Kamis, 05 Mei 2011

GEMPA BUMI DAN TSUNAMI MENGHANTAM NEGARA SAKURA


Jumat, (11/3) merupakan hari yang kelabu bagi Negara sakura. Bagaimana tidak?Gempa yang mengguncang negara ini terjadi secara mendadak pada pukul 14.46 waktu setempat atau pukul 12.46 WIB  dan telah menimbulkan tsunami raksasa . Gempa dengan kekuatan 8,9 SR telah memakan ribuan jiwa serta merobohkan bangunan dan pesawat yang menumpuk di antara benda lainnya setelah tsunami menerjang di kawasan Bandara Sendai. 

Gempa  terjadi  pada kedalaman yang relatif  dangkal sehingga menimbulkan energi yang besar.  Secara keseluruhan, Jepang terletak pada empat lempengan, yaitu: Pasifik,  Eurasia, dan Filipina, seperti yang diutarakan Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, ST, M. Sc . Rahmat mengatakan  lokasi gempa itu sendiri merupakan subduksi pertemuan antara lempengan Pasifik, Eurasia, dan Filipina yang bergerak dengan rata-rata 7 cm per  tahun.  

Gempa telah diprediksi oleh para ahli di Jepang, salah satunya adalah Teruyuki Kato dari Earthquake Research Institute yang berhasil mendapatkan penghargaan dalam mengembangkan GPS Tsunami dan Monitoring Syste. Ia mengatakan bahwa  akan terjadi gempa bumi di Sendai, Jepang dengan kekuatan 7,5 SR dan diikuti tsunami setinggi 6 meter , tetapi Gempa yang tejadi di luar dugaan.  

Perkiraan akan terjadinya gempa dibuat berdasarkan jejak rekam gempa dan tsunami di zona itu pada tahun 1896 dan 1933 dengan kekuatan 7-8 SR. Kata Kato, para peneliti lebih takut jika patahan kanto terjadi dibandingkan Sendai. Pada tahun 1923, patahan Kanto bergerak dan  telah menyebabkan gempa 7,9 SR.

Gempa  di Jepang dapat dilihat dari akumulasi energi ,yaitu energi sisa yang ditimbulkan dari gempa tahun 1896 dan tahun 1933. Akumulasi energi ini dapat dilihat dari waktu terjadinya gempa di suatu lokasi dengan kapan suatu wilayah tersebut terjadi gempa lagi? Semakin lama suatu wilayah tidak terjadi gempa, maka semakin besar pelepasan energi yang ditimbulkan.  

Jepang yang telah memiliki teknologi canggih dan mampu membangun suatu bangunan tahan gempapun dapat kecolongan.  Ini menunjukkan bahwa suatu kejadian alam tidak dapat diduga oleh kita karena kejadian alam datang secara tiba-tiba. 

Bagi warga Jepang, gempa yang terjadi Jumat itu merupakan gempa terdashyat sepanjang sejarah. Menurut catatan sejarah, gempa pernah melanda di Sanriku 8,5 SR (1986) dan 8,4 SR (1896) dan 8,4 SR (1933) serta Hokkaido 8,3 SR (2003). Selain itu, gempa juga penah terjadi di Jepang  ketika pada tahun 1923, di Tokyo dan Yokohama dengan kekuatan 7,9 SR serta Gempa di Kobe 1995 dengan kekuatan 6,9 SR.
Gempa bumi yang menimbulkan tsunami setinggi 10 meter tersebut  mengakibatkan penjalaran gelombang tsunami di wilayah yang berdekatan dengan pantai pasifik  sehingga Pasific Tsunami Early Warning Center (PTWC) mengeluarkan peringatan dini tsunami terhadap Jepang, Rusia, Kepulauan Markus, dan Marianas Utara.  Sementara itu, daerah yang terkena dampak tsunami adalah Guam, Taiwan, Filipina, Indonesia, dan Hawai. 

Wilayah Indomesia yang terkena dampak tsunami, yaitu: pantai utara Papua, Papua Barat, Maluku Utra, dan Sulawesi  Utara. Pantai Utara Papua, Papua Barat, dan Maluku Utara diprakirakan terkena tsunami pada pukul 20.35 WIT, sedangkan Sulawesi Utara pada 19.35 WITA. Sementara untuk wilayah Indonesia Timur, yaitu: Maluku Utara terkena tsunami pada pukul 19.58 WIT; Manokwari, Papua Barat pukul 20.18 WIT; Jayapura, Papua, pukul 20.35 WIT; dan sorong , Papua pada pukul  20. 35 WIT. 

SIAP SIAGA HADAPI GEMPA 

Gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada Maret lalu menimbulkan kecemasan bagi kita sebagai Rakyat Indonesia. Kita khwatir dan cemas terhadap warga negara Indonesia yang sedang berada di Jepang, Tokyo. Tak hanya itu, efek dari gempa di Jepang yang berupa ledakan nuklir sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan dapat menjadi ancaman bagi WNI di Jepang. 

Banyak atau sedikitnya  Jumlah korban tidak hanya tergantung pada besar atau kecilnya kekuatan gempa, tetapi juga dipengaruhi kesiapsiagaan masyarakat terhadap gempa bumi. Seperti yang kita ketahui bahwa kekuatan  gempa di Jepang  lebih kecil daripada gempa di Aceh, yaitu 8,9 SR dan Aceh 9,0 SR, tetapi Jumlah korban di Jepang lebih sedikit daripada di Aceh. 

Ketika masyarakat mengetahui perbandingan kekuatan gempa Jepang dengan Aceh akan mengeluarkan pernyataan “Pantas, jumlah korban di Jepang lebih sedikit karena kekuatannya lebih kecil daripada Aceh.”Namun, itu juga dipengaruhi sikap kesiapsiagaan masyarakat Jepang terhadap gempa bumi, mengingat negara Jepang sering dilanda gempa bumi. 

Memang gempa di Aceh saat itu mempunyai kekuatan lebih besar daripada Jepang, tetapi hal itu tidak seratus persen menjadi penyebab jatuhnya jumlah korban dalam jumlah yang banyak karena sikap kesiapsiagaan masyarakat berperan dalam meminimalisir jumlah korban. 

Banyaknya jumlah korban jiwa akibat gempa bumi dan tsunami di Aceh dikarenakan beberapa hal, yaitu: Pertama,  tidak terdapat hutan mangrove  di sekitar pantai. Kedua, tidak adanya bangunan tahan gempa. Ketiga, masyarakat Aceh  belum memiliki kesadaran akan ancaman gempa. Keempat, belum mendapatkan pelatihan antisipasi gempa dan tsunami. Dan kelima, saat itu, belum ada sistem peringatan dini.  (Surat Kabar Pikiran Rakyat). 

Namun, saat ini Indonesia (BMKG) telah memiliki sistem peringatan dini tsunami, Ina-TEWS yang dapat memberikan informasi gempa 4 menit setelah gempa, seperti  yang dikatakan Supaharna Surapranata, Menteri Riset dan Teknologi ketika acara penandatanganan berita acara “Transfer Kepemilikan Peralatan dari Jerman untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (InaTEWS),” Selasa (29/3) lalu. 

Sementara itu, Kepala BMKG, Dr. Ir. Sri Woro B. Harijono, M. Sc mengatakan sensor yang berjumlah  160 tidak menjamin  masyarakat terhindar dari tsunami karena juga tergantung dari kesiapsiagaan dan kesadaran masyarakat ketika dimintai keterangan saat acara handover alat InaTEWS. 

Sadarkah kita bahwa gempa bumi merupakan fenomena alam yang tidak dapat diprakirakan secara matematis? Teknologipun belum dapat menjawab kapan, dimana, dan berapa besar kekuatan gempa. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tetap siaga menghadapi gempa bumi dan tsunami.  Jangan sampai terjadi peningkatan jumlah korban akibat gempa bumi dan tsunami.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar